Quo Vadis Validasi Data Pemilih dan Impian Pemilu Demokratis di Bangkalan

Oleh: Achmad Suhaimi, Pemerhati Politik Bangkalan Mencermati hasil audiensi antara Asosiasi Pemuda Independen (API) dengan penyelenggara pemilu (KPU Kabupaten Bangkalan) yang diselenggarakan pada tanggal 23 Maret 2018 kemarin, jika dimaknai positif merupakan sebuah dialektika dan sekaligus bentuk diskursus dari kelompok yang mewakili unsur masyarakat serta unsur penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU Kabupaten dimana dari keduanya menyadarkan akan sebuah harapan tentang pemilu berkualitas yang menjadi tujuan akhir. Siapapun sepakat dengan pemikiran bahwa Pilkada serentak 2018 (khususnya di Kabupaten Bangkalan) menjadi momentum perbaikan sarana sistem demokrasi secara komperehensif & berkelanjutan (Agenda Pilleg & Pilpres 2019) sesuai prinsip-prinsip dan nilai demokratis dengan mengedepankan asas; jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional & akuntabel sesuai amanah Pasal 3 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Dari hasil diskusi interaksi (baca-audiensi) antara Asosiasi Pemuda Independen (API) dengan (KPU Kabupaten Bangkalan), terkesan ada gap pemahaman antara apa yang menjadi harapan masyarakat dengan penyelenggara pemilu utamanya berkaitan dengan metodologi proses validasi data pemilih. Meskipun demikian, ada untaian benang merah yang sepatutnya layak diapresiasi karena keduanya berkomitmen bagaimana mewujudkan sebuah keinginan pemilu berkualitas. Namun titik persoalannya, untuk menuju kearah dimaksud (pemilu berkualitas), perlu sebuah tatanan yang mampu mengelaborasikan sistem pemilu yang mengedepankan azas, prinsip & tujuan secara nyata serta mampu meminimalisir potensi terjadinya gugatan akan hasil pemilu itu sendiri di kemudian hari. Implementasi dari penyelenggaraan pemilu yang berkualitas (jika mau mengkaitkan dengan Rekor MURI), tidak cukup hanya dengan parameter Cepatnya Proses, namun lebih dari itu bagaimana hasil pemilu bisa diterima oleh berbagai komponen atau paling tidak diukur dari potensi minimnya gugatan. Pada sisi tertentu, untuk menjalankan tugas & fungsi sebagaimana idealnya, Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) selaku petugas yang dibentuk oleh PPS untuk melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih atau dengan kata lain PPDP sebagai bagian dari sistem penyelenggara pemilu di garda terdepan, dituntut mempunyai kriteria akan kapasitas, kompetensi. Disamping itu PPDP perlu ditunjang keahlian/ kemampuan dalam menganalisa data-base kependudukan serta sejauh mana mengenal penduduk setempat yang tertera dalam daftar pemilih & memenuhi syarat sebagai penduduk yang berhak untuk memilih sebagaimana menjadi prasyarat yang termaktub dalam Undang-Undang. Sementara itu, instrumen dasar bagi Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) hanya berbekal Formulir Model A-KWK dalam melaksanakan coklit. Formulir Model A-KWK yang merupakan Daftar Pemilih berdasarkan data hasil sinkronisasi dari KPU yang digunakan acuan PPDP dalam melakukan pemutakhiran, belum dilengkapi dengan sebuah basis data yang sistematis terkait migrasi/ perpindahan penduduk dari/ ke Desa setempat, data pemilih pemula, data kematian penduduk setempat serta data kependudukan lainnya sebagai dokumen pelengkap. Kemampuan menganalisa data-base kependudukan menjadi syarat mutlak bagi seorang petugas PPDP. Alasan ini didasarkan pada beberapa kondisi bahwa ; a). Hingga saat ini data menyangkut berapa jumlah penduduk yang sudah memiliki E-KTP ataupun yang belum memiliki E-KTP di setiap Desa (atau bahkan disetiap TPS) serta yang hanya memiliki Surat Keterangan (SUKET) dari Disdukcapil Kabupaten Bangkalan belum terpublikasikan secara konkrit, b). Belum pernah ada rilis secara resmi dari Lembaga Pemerintahan terkait hasil proses screening terhadap sejumlah penduduk yang selama ini memiliki data kependudukan ganda. Argumentasi menyangkut prasyarat kompetensi petugas PPDP sebagaimana diurai diatas, tentunya tidak berlebihan apabila dikaitkan dengan ketentuan yang memayungi tugas & fungsi PPDP yakni PKPU No. 2/2017 tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih Pilgub & Pilbup. Minimnya rentang waktu Masa pelaksanaan Pencocokan dan penelitian antara 20 Januari 2018 hingga 18 Februari 2018 (1 bulan) serta terbatasnya jumlah petugas PPDP, yakni satu orang per-TPS dengan jumlah pemilih sampai dengan 400 orang dan paling banyak dua orang untuk per-TPS dengan jumlah pemilih lebih dari 400 orang merupakan problem tersendiri. Disamping itu, guna menjamin akurasi data pemilih, PPDP harus melakukan Coklit dengan cara mendatangi pemilih secara langsung dan menindaklanjuti usulan Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) atau lainnya sehingga hasil dari proses pemutahiran/ coklit data penduduk bisa dipertanggungjawabkan. Yang menjadi pertanyaannya, apakah perangkat PPDP sebagai ujung tombak penyelenggara pemilu bisa diyakini telah mampu menjalankan tugas fungsinya sebagaimana diharapkan uraian diatas?. Barangkali terlalu dini apabila disimpulkan mereka telah melakukan sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaannya karena bagaimanapun juga output produk yang lebih dilihat (Validasi Data Pemilih) yang bisa dipertanggungjawabkan dan bukan hanya sekedar kinerja akan tugas fungsi yang bersifat normatif & administratif yang mereka jalankan. Solusi dalam menyamakan persepsi terkait diatas sebenarnya cukup sederhana, buka akses seluas-luasnya bagi publik terkait perkembangan/ validasi data pemilih baik itu dari Data Pemilih yang bersumber dari DP4, DPS hingga DPT dan kalu perlu dengan data-data pemilih sebelumnya (seperti Data Pemilih Pilkades, Pilleg & Pilpres) sehingga siapapun dapat berkontribusi terhadap perbaikan data pemilih agar kualitas Daftar Pemilih itu bisa lebih dipertanggungjawabkan. Toh sebenarnya kita punya pengalaman serta tidak perlu alergi lagi terkait publikasi data pemilih karena pada Pilleg & Pilpres 2014 data tersebut di-Upload di Web. KPU.