Sate Cumi Pantai Gemah, Bikin Rindu Pun Pecah

Oleh : Herry Santoso

Jalan mulus selebar 8 meteran itu ternyata ruas JLS (jalan lintas selatan Jawa) yang membelah perbukitan cadas selatan Kabupaten Tulungagung, entah sampai kapan jalan raya eksotik itu tersambung, tetapi memang luar biasa ! Dinding bukit-bukit terjal yang terhampar di kanan-kiri jalan raya tampak hutan pisang agung dengan buah menjuntai ke tanah. Itulah buah khas kawasan selatan Tulungagung yg memang diagungkan untuk melengkapi indahnya Wisata Pantai Gemah (WPG) yang belakangan lagi "inn".

" Yes, Gemah Beach is beautiful and charming." guman seorang bule di dekat saya. Wajar jika setiap akhir pekan teluk dengan air laut bening berkilauan itu dipadati pengunjung. Sayangnya hutan cemara udang yang mulai melebat di tepian pantai belum mampu membendung sengatan terik matahari. Sungguhpun demikian, WPG bak mahnet alam yang berhasil menyihir para pelancongan untuk berdatangan. Sayangnya, setelah mentari ditelan laut para wisatawan itu buru-buru balik ke kota lantaran belum tersedianya hotel atau penginapan di sana.

Berburu Wanginya Sate Cumi

Konon sate cumi dan kerapu bakar WPG menu laut yang paling diburu.
"Bisa untuk obat, Pak. Kalau bapak mulai "loyo", dengan sering makan ikan laut WPG bisa perkasa lagi ! " cetus Tony pemilik warung ikan bakar Selera Bahari setengah promosi.

Memang benar. Setelah tiga tusuk sate cumi terlahap, peluh pun terasa bercucuran. Pedasnya bumbu sate (kecap nanis, cabe, dan tomat) menyisakan rasa segar di badan. Cumi yang dipilih pun cumi yang mengandung telur, dan bertubuh lonjong, bukan cumi katak (bulat). Berasa manis, gurih, dan sedap. Aneh, saya tukang makan cumi ( ketika dinad di Madura dulu, Red ) tapi tidak senikmat ini, rasanya. Belum habis sate cumi di piring, Tony sudah menyodorkan kerapu bakar yang aromanya menusuk hidung. Masih mengepul.

"Kerapu bakar di sini paling enak nomor satu di dunia, Pak !" ujar Tony serius.
"Masa iya ? " tukas saya agak tertegun.
"Iya, kalau nomor dua itu sama dengan hoaks, Pak, hehehe !" tawa kami pun pecah. Pintar juga nelayan ini bikin plesetan politik, pikirku.

MENTARI PECAH DI KAKI UFUK

Hari semakin sore. Angin darat mulai turun dari perbukitan. Ada kesejukan yang hinggap di teluk aduhai itu membarengi gerakan wisatawan yang seolah diaduk.
"Ke mana mereka? " tanya saya.
"Melihat matahari pecah, Pak! " sahut orang di sebelahku setengah berlari. O, ternyata mereka mau menonton mentari yang akan tenggelam. "Ya Tuhan" hanya itu yang bisa keluar dari bibirku tatkala air laut berwarna jambu, dan jingga. Ada cahaya senja yang pecah di laut. Seolah melukis prasasti rindu pada Yang Khalik. Juga pada secuil memory yg masih tersisa di dada. ( Herry Santoso ) ***

TAG