Netizen Hilang Arah, MUI Pusat dan PWNU Jatim Beda Hukum Karmin

JAKARTA - Terjadi polemik antara MUI Pusat dan PWNU Jatim terkait hukum karmin yang bahan dasarnya dari serangga Cochineal.

Versi PWNU Jatim, Karmin Haram

Saat ini zat pewarna karmin yang bahan dasarnya dari serangga Cochineal dapat ditemukan dalam berbagai produk makanan dan minuman, seperti permen, es krim, yogurt, minuman merah, lipstik, perona pipi, dan sebagainya dengan memiliki kode E120 itu menuai polemik sehubungan dengan keputusan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Timur membahas hukum pewarna dari karmin yang dinyatakan haram dan najis.

Melalui keputusan Batsul Masail PWNU Jatim dijelaskan proses pengolahan pewarna dari serangga Cochineal. Untuk mengolah menjadi pewarna, serangga cochieneal dijemur hingga kering, lalu dihancurkan dengan mesin. Setelah itu, jadilah serbuk berwarna merah tua cerah.

Untuk menonjolkan aspek warna yang diinginkan, biasanya ekstrak cochieneal ini dicampur dengan larutan alcohol asam untuk lebih memunculkan warna.

Maka LBM PWNU Jatim menyatakan bangkai serangga (hasyarat) tidak boleh konsumsi karena najis dan menjijikkan kecuali menurut sebagian pendapat dalam madzhab Maliki.

Adapun penggunaan karmin untuk keperluan selain konsumsi semisal untuk lipstik menurut Jumhur Syafi'iyyah tidak diperbolehkan karena dihukumi najis, sedangkan menurut Imam Qoffal, Imam Malik dan Imam Abi hanifah dihukumi suci sehingga diperbolehkan karena serangga tidak mempunyai darah yang menyebabkan bangkainya bisa membusuk.

Sebagaimana kegiatan bahstul masa’il tersebut juga mendatangkan ahli dari kampus Universitas Airlanggga (Unair) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Versi MUI pusat Karmin halal

Menanggapi hal tersebut, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Makanan (LPPOM) MUI, Muti Arintawati mengatakan, bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan laboratorium.

“Bahan ini berasal dari serangga Cochineal yang hidup di tanaman kaktus, tidak hidup dari makanan najis,” katanya, Jumat (29/9/2023).

Muti menjelaskan, pemeriksaan halal tersebut dilakukan untuk memastikan produk telah dibuat dengan bahan halal sesuai kriteria Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).

Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Muti, MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2011 tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal.

Muti mengatakan, fatwa tersebut memutuskan bahwa pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga Cochineal hukumnya halal. Dengan catatan, hal tersebut bisa bermanfaat dan tidak membahayakan.

“Atas dasar inilah, Komisi Fatwa MUI memberikan fatwa halal terhadap bahan tersebut, ” terangnya.

Sehingga, lanjutnya, produk-produk pangan yang memakai pewarna alami Karmin termasuk aman dikonsumsi. Ukuran keamanan konsumsi Cochineal ini terlihat dari bahan yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Kehalalan produk ditentukan oleh Komisi Fatwa MUI setelah mencermati kajian Laboratorium LPPOM MUI dan tanggapan ahli. Sedangkan keamanan dan efektivitas produk ditentukan oleh BPOM.

“Terkait keamanan pangan, produk-produk yang memakai pewarna alami Karmin telah memiliki izin edar BPOM sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat,” ujarnya. (far)