Bawaslu Mitigasi Potensi Kerawanan Pemilu 2024

JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja mengatakan, pemetaan kerawanan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilakukan dengan mempertimbangkan tujuh variabel dan 22 indikator. Data tersebut dikumpulkan dari setidaknya 36.136 kelurahan/desa di 33 provinsi, kecuali Daerah Otonomi Baru Papua dan Maluku Utara, yang melaporkan kerawanan di wilayah mereka.

“Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama enam hari pada 3-8 Februari 2024,” ungkap Rahmat di Jakarta, Minggu (11/2/2024).

Rahmat menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang membuat sebuah TPS dianggap rawan, di antaranya penggunaan hak pilih yang tidak memenuhi syarat seperti Pemilih Tambahan atau DPTb, DPK, dan KPPS di luar domisili. Dia juga menyebut faktor keamanan, contohnya kasus kekerasan dan/atau intimidasi. Rahmat juga menyoroti faktor kampanye, seperti politik uang dan/atau ujaran kebencian di sekitar TPS.

Selain itu, faktor netralitas penyelenggara, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa, faktor logistik termasuk riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, tertukar, dan/atau keterlambatan surat suara, juga lokasi TPS yang sulit dijangkau, rawan bencana, dekat dengan Lembaga pendidikan/pabrik/perusahaan, dekat dengan posko/ rumah tim kampanye peserta pemilu, dan/atau lokasi khusus, dan faktor jaringan listrik dan internet.

Berdasarkan pemetaan tersebut, Bawaslu menemukan tujuh indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, yakni 125.224 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat; 119.796 TPS yang terdapat Pemilih Tambahan (DPTb); 38.595 TPS yang terdapat KPPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas; 36.236 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS; 21.947 TPS yang berada di dekat posko/rumah tim kampanye peserta pemilu; 18.656 TPS yang terdapat potensi Daftar Pemilih Khusus (DPK); dan 10. 794 TPS berada di wilayah rawan bencana (banjir, tanah longsor,dan/atau gempa).

Selain itu, ada juga 14 Indikator TPS Rawan yang banyak terjadi, di antaranya 8.099 TPS mengalami kendala aliran listrik di lokasi TPS; 4.862 TPS terletak dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih; dan 4.211 TPS sulit dijangkau.

Rahmat pun menyoroti TPS yang tempatnya berdekatan dengan markas tim pemenangan peserta pemilu yang jumlahnya mencapai 21.947 TPS. Menurutnya, jika sebuah TPS berdekatan dengan tempat tim pemenangan salah satu paslon maka hal itu berpotensi terjadinya ajakan atau mobilisasi massa yang mengganggu jalannya proses pemungutan suara.

“Tapi apakah dilarang? Tidak. Tapi dianjurkan lebih baik jauh dari rumah tim pemenangan dan lain-lain, tapi kalaupun sudah demikian maka harus ada perhatian khusus dari teman-teman pengawas dan juga pemantau, juga masyarakat agar menjaga kondusifitas dan juga (mencegah terjadinya) pelanggaran, adanya mobilisasi dan lain-lain,” jelasnya. (eko a)