Tiga Kades di Situbondo Protes Harga Lahan Tol Probowangi

ASPIRASI : Tiga kades dari kecamatan Banyuglugur menyampaikan aspirasi kecilnya ganti untung lahan tol probowangi di gedung DPRD Situbondo. (foto : heri/im. advokasi.co)

SITUBONDO - Ganti untung tanah tol yang dinilai kecil, membuat tiga Kepala Desa dari wilayah barat, yaitu Desa Kalianget, Telempong dan Banyugulugur, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo mendatangi kantor DPRD Situbondo, Senin (28/09/2020). 

"kedatangan kami ke DPRD untuk menyampaikan ketidakpuasan warga dengan perubahan harga tanah yang ditentukan oleh pihak tim panitia pembebasan lahan tanah jalan tol.

Hal tersebut dikatakan Ahmad Faisol Kepala Desa Kalianget pada media ini.

Menurut Ahmad Faisol, pihaknya juga mempertanyakan proses pembebasan tanah tersebut, karena selama ini pihaknya tidak pernah dilibatkan proses tahapan-tahapan pembebasan lahan warga untuk pembangunan jalan tol.

“harga tanahnya sudah ditentukan oleh panitia pembebasan dan tidak ada musyawarah ke pihak Pemerintah desa. Harga tanah di Desa Kalianget, rata-rata di patok dengan harga hanya sebesar Rp.181 ribu, hingga Rp 210 ribu per meternya, sedangkan harga tanah milik warga Desa Banyuglugur sebesar Rp 300 ribu per meternya. Padahal, jika di lihat kualitas tanahnya lebih bagus milik warga Desa Kalianget," terangnya.

Mendapat keluhan tersebut, Ketua Komisi I DPRD Situbondo, H Faisol mengatakan, penolakan warga terhadap harga tanah yang rendah tersebut harus dicarikan solusinya.

“Adanya perbedaan harga tanah yang satu dan yang lain dengan kesamaan klaster merupakan salah satu masalah yang harus dicarikan solusinya,” kata H Faisol.

Untuk itu Ketua Komisi I DPRD Situbondo menghimbau kepada semua pihak agar tidak ada permainan dalam proses pembebasan tanah atau lahan milik masyarakat tersebut. 

“Saya menengarai ada pihak ketiga atau para calo yang mempermainkan harga. Karena ada variasi harga dalam pembebasan lahan tersebut,” ujarnya.

Lain tempat, Bupati Situbondo, H Dadang Wigiarto SH berjanji bahwa pihaknya bersama Komisi I DPRD akan memperjuangkan sesuatu itu harus dengan koridor peraturan dan jangan dimaknai sendiri.

“Peraturan yang berkenaan dengan pembebasan tanah untuk kepentingan umum, yakni jalan tol ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 02 tahun 2012 dan dijabarkan melalui Kepres Nomor 71 tahun 2012,” jelasnya.

Selain itu Bupati H Dadang menjelaskan, kekeliruan dalam memaknai di lapangan mengenai musyawarah itu bertolak belakang. Sehingga ketika masyarakat ngeluruk ke Kades memaknai bahwa harga sudah ditentukan tanpa melalui musyawarah, padahal mekanismenya sudah melalui tahapan-tahapan dan musyawarah.

“Di dalam Undang-undang dan Kepres itu pengertian musyawarah dalam bentuk kerugian itu, bisa bentuk uang tunai atau saham serta rumahnya yang digusur dapat pembangunan rumah yang baru atau bedol desa sesuai hasil musyawarahnya,” terang Bupati.

Namun terkait nilai, lanjut Bupati H Dadang Wigiarto, sesuai Undang-undang hanya apresel yang diberi kewenangan untuk membuka nilai. Bahkan, PPK maupun Pertanahan tidak dalam kapasitasnya yang bisa diajak tawar menawar nilai harga. Ganti untung, seharusnya untung bukan justru rugi.

“Jika demikian, maka salurannya di Pengadilan dengan waktu selama 14 hari sejak musyawarah dan pengadilan membutuhkan waktu selama 30 hari sudah di putus. Apabila masih menolak, maka uang itu akan dititipkan di Pengadilan,” jelasnya. (heri/im)