Terbongkar! Cabor dan Koni Sumenep melanggar Hukum, Begini Kata Ketua LIPK

Logo Koni Sumenep(DOK:Ilustrasi/Advokasi.co)

Sumenep - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Covid-19 di kabupaten Sumenep berakibat pada pembatasan semua aktifitas masyarakat.

Tidak hanya itu saja, imbas dari pandemi Covid-19 juga berakibat pada anggaran negara yang saat ini mengalami refocusing, guna mendukung pemberlakuan PPKM tersebut. 

Namun, di tengah percepatan penanganan Virus Covid 19, justru Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, melalui Dinas Pariwisata, Kebudayaan dan Olahraga (Disparbudpora) menaikkan anggaran dana hibah untuk 22 Cabang Olahraga (Cabor) serta Komite Olahraga Nasional Indonesia (Koni) Sumenep.

Menurut informasi yang dihimpun oleh jurnalis advokasi.co, diketahui pada Tahun 2019, anggaran tersebut senilai Rp 1,75 M, Sedangkan pada Tahun 2020, anggaran tersebut naik menjadi Rp 2 M, bahkan hingga tahun 2021 anggaran ini tetap bertahan di angka 2 M.

Adapun sumber anggaran tersebut, diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumenep.

Sehubungan dengan hal tersebut, Ketua Umum Lembaga Independen Pengawas Keuangan (LIPK) Jakarta Abd. Latif, menduga terdapat kejanggalan dibalik naiknya anggaran itu. 

Pasalnya, pada tahun 2020 berbagai macam anggaran sengaja dilakukan pemangkasan untuk refocusing terhadap penanganan Covid-19. Akan tetapi, yang terjadi pada anggaran untuk Cabor dan Koni Sumenep sebaliknya, yaitu mengalami kenaikan yang cukup besar.

“Persoalan dunia olahraga di Sumenep, sebenarnya tidak hanya menyangkut pemberian dana hibah pada masa vakum akibat pademi Covid-19. Justru banyak persoalan lain dalam birokrasi keolahragaan yang berakibat pada persoalan hukum,” kata Latif pada media ini, Rabu (5/10/21).

Dugaan cacat hukum itu adalah, kepengurusan di dalamnya kebanyakan diisi oleh Pejabat Negeri Sipil (PNS). 

“Pertama, pengurus cabang olahraga yang kebanyakan diisi oleh pejabat publik alias PNS. Kedua, Koni menerima bantuan dana hibah yang anggaran ke-olahragaannya bertambah di masa pandemi Covid-19,” paparnya.

Menurut Latif, masuknya pejabat publik dalam kepengurusan sejumlah Cabor di Sumenep merupakan bentuk pembangkangan terhadap surat KPK yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Nomor B-903 01-15/04/2011, Tanggal 4 April 2011, tentang hasil kajian KPK terkait rangkap jabatan pejabat publik pada penyelenggaraan keolahragaan di daerah.

“Adanya pejabat publik, sejumlah PNS dan anggota Kepolisian yang masuk di jajaran kepengurusan pada sejumlah Cabor di Sumenep, merupakan suatu bentuk pembangkangan terhadap surat KPK,” tegasnya.

Bahkan selain itu, pada surat edaran (SE) Mendagri, Nomor 800/148/SJ 2012, telah dijelaskan bahwa secara tegas melarang kepala daerah tingkat I dan II, pejabat publik, wakil rakyat, hingga PNS untuk merangkap jabatan dalam organisasi olahraga. Salah satu di antaranya adalah Koni, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), kepengurusan klub sepak bola profesional atau amatir, serta jabatan publik dan jabatan struktural. 

“Maka dalam hal ini, pemilihan dan pengangkatan Ketua Koni dinilai cacat hukum, karena jajaran ketua Cabor dipilih dari pejabat publik dan PNS yang membangkang terhadap hukum. Jadi inj melanggar hukum,” pungkasnya.(Fauzy)