Belajar Dari Endang Sidin, Kuli Tinta Yang Getol Berantas Korupsi

AADVOKASI.CO, ROTE NDAO - Nama Endang Sidin tidak asing bagi telinga masyarakat pecinta media di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Melalui karya jurnalistiknya bisa membuat banyak pejabat khususnya di Kabupaten Rote Ndao panas telinga dan tak jarang yang masuk diterali karena tersandung kasus korupsi. [bs-quote quote="Anda lolos karena Tuhan masih memberikan anda kesempatan untuk bertobat. Namun saya pastikan di jalan yang lain tidak akan ada lorong yang bisa mengeluarkan seseorang dari jeratan kejahatan" style="style-4" align="center" author_name="Endang Sidin" author_job="Kuli Tinta" author_avatar="https://advokasi.co/lama/wp-content/uploads/2018/03/small.jpeg"][/bs-quote] Reputasi dibidang jurnalistik tidak disangsikan lagi, bahkan sesuai catatan kami dirinya tercatat sebagai satu-satunya Kuli Tinta wanita yang masih bertahan di bumi terselatan NKRI,Kabupaten Rote Ndao Provinsi NTT. Endang sudah 14 tahun menapaki pekerjaan sebagai seorang Wartawati. Wanita kelahiran Kupang 20 Februari 1978 ini sangat diakui kepiawaiannya dalam mengelola tulisan-tulisan soal menghadang langkah koruptor namun menjadi penyambung lidah masyarakat kecil . Kepada wartawan media advokasi.co Endang mengatakan yang penting bagi saya menulis berdasarkan fakta .Saya tidak suka di tungangi. Saya merasa puas ketika menulis dan ada kritikan sebab bagi saya kritikan adalah sebuah motivasi bagaimana saya bisa maju jika semua tulisan saya selalu diaminkan Saya lebih senang jika ada kritikan dalam tulisan saya sehingga saya mengetahui secara jelas apa kekurangan tulisan itu sehingga dapat terus memperbaiki dari kesalahan yang ada Satu yang saya mau katakan bahwa ketika rakyat dibantai, diperlakukan tidak adil maka di situ pasti akan ada saya. Sebab hidup tidak akan berguna jika kita, jika tidak mampu keluarkan kaum kita dari sang penjajah apalagi sang penjajah adalah bangsa kita sendiri Tidak akan ada kompromi bagi saya, sebab motto saya adalah kali ini 'anda lolos karena Tuhan masih memberikan anda kesempatan untuk bertobat'. Namun saya pastikan di jalan yang lain tidak akan ada lorong yang bisa mengeluarkan seseorang dari jeratan kejahatan. Saya hanya berharap kepada semua kaum perempuan di manapun berada majulah dan melangkahlah sebagai seorang Wanita Indonesia yang natural sebab perjuangan itu belum berakir. Reputasinya dibidang jurnalistik mengantarkan dirinya menjadi bagian penting di salah satu Lembaga Anti Korupsi di Jakarta. Banyak tulisanya yang acab kali mengawal aparat hukum hingga menghantar para koruptor sampai pada meja hijau namun tekatnya masih sama kembali ke Bumi Sejuta Pohon Lontar dengan sejuta harapan manis seperti gula air. Di Hari Perempuan Nasional ini kami berkesempatan menyapa dirinya, Wanita yang biasa disapa dengan sebutan Racun Serigala ini, lebih senang di sebut sebagai seorang Kuli Tinta di Banding pangilan seorang Wartawati. Sebagai seorang perempuan yang mempunyai hobi menulis tentang berbagai ketimpangan masalah korupsi ini, dirinya tahu tentang bagaimana mengelola sebuah tulisan yang mampu menghantar para perampok uang rakyat sampai pada meja hijau mulai dari upaya agar bisa terhubung, dengan para relasi menciptakan gerakan dan bisa saling menghargai meskipun mematikan. Bahkan dirinya pernah diusir secara tertulis untuk segera meningalkan Kabupaten Rote Ndao, diancam akan dibunuh dan beberapa hal lainya. Sebab dianggap sebagai salah satu sosok yang acap kali merongrong Pemerintahan dengan tulisan yang mematikan. Ketika disingung bagaimana cara pandang dirinya terhadap para pemimpin dan pejabat, dirinya mengatakan semua pekerjaan ada resikonya masing-masing. Namun tentunya jangan jadikan itu sebagai sebuah halangan untuk berbagi dengan sesama . Berbicara masalah pejabat sebenarnya para pejabat itu bukan gerombolan liar. Mereka punya tujuan, punya fungsi dan tanggung jawab terhadap rakyat namun sayangnya mereka juga sengaja bermain dengan aturan yang ada. Alasan itulah yang membuat mereka harus menerima resiko sebab kita hidup di negara hukum. (Dance Henukh).